Sabtu, 24 Juli 2010

AsKep Cidera Kepala

CEDERA KEPALA


PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

CEDERA KEPALA PRIMER
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi

CEDERA KEPALA SEKUNDER
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan

Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala
Muntah
Hemiparesis
Dilatasi pupil ipsilateral
Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
Penurunan nadi
Peningkatan suhu
Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :
Nyeri kepala
Bingung
Mengantuk
Menarik diri
Berfikir lambat
Kejang
Udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Hemiplegia kontra lateral
Dilatasi pupil
Perubahan tanda-tanda vital


Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral
Kaku kuduk
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

2. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

3. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
Confulsi
Muntah
Dispnea / takipnea
Sakit kepala
Wajah simetris / tidak
Lemah
Luka di kepala
Paralise
Akumulasi sekret pada saluran napas
Adanya liquor dari hidung dan telinga
Kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

4. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.


5. Pemeriksaan Penujang

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Complikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
5. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
6. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Jumat, 23 Juli 2010

Askep Dekubitus pada Lansia

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khsusnya pada klien dengan imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur. Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan gangguan aliran darah setempat, dan juga keadaan umum dari penderita.
Luka dekubitus adalah suatu masalah bagi populasi pasien dirawat di rumah sakit atau rumah perawatan lainnya. Pasien-pasien tersebut memiliki resiko untuk mengalami terjadinya luka dekubitus selama perawatan. Insiden dan prevalensi terjadinya luka dekubitus pada populasi ini di Amerika Serikat cukup tinggi untuk mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi luka dekabitus bervariasi, terapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut/ acute care, 15-25 % di tatanan perawatan jangka panjang/ longterm care, dan 7-12% di tatanan perawatan rumah/ home health care. 
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
Berdasarkan panduan praktek klinik yang dikeluarkan oleh AHCPR, intervensi keperawatan yang digunakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus terdiri dari tiga katagori yaitu: perawatan kulit dan penanganan dini, penggunaan berbagai matras atau alas, dan edukasi pasien.
Dalam penelusuran kepustakaan dengan menggunakan fasilitas CINAHL pada tahun 1990-1995, didapatkan 12 artikel penelitian yang berkaitan dengan intervensi keperawatan untk mencegah terjadinya luka dekubitus, yang terdiri dari 8 penelitian tentang penggunaan berbagai matras, 2 penelitian pengaturan posisi baring, dan 2 penelitian tentang edukasi pasien. 
Penelitian dalam kurun waktu lima tahun terakhir berfokus pada efek dari berbagai matras untuk mengurangi penekanan jaringan dan perkembangan luka dekubitus. Sedangkan penelitian tentang perawatan kulit dan posisi tubuh, dan edukasi pasien sangat terbatas. 
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kurun waktu lima tahun terakhir didapatkan bahwa,
1)Penggunaan matras yang mereduksi penekanan jaringan dapat menjadi tindakan yang efektif untuk mencegah terjadinya luka dekubitus,
2)Intervensi dengan melakukan pengangkatan bagian tubuh tertentu sebagai tambahan dari jadual perubahan posisi yang rutin membantu dalam mencegah terjadinya luka dekubitus,
3)Interval perubahan posisi setiap dua jam mungkin dapat merugikan intergritas kulit pada populasi lanjut usia,
4)Perawat yang terlibat di dalam edukasi pasien agar lebih menyadari bahwa tindakannya dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien untuk mencegah terjadinya luka dekubitus akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku pasien dalam melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus. 
Untuk peneliti selanjutnya direkomendasikan agar lebih memperhatikan area penelitian yang berhubungan dengan perawatan kulit, pengaturan posisi dan edukasi pasien karena kategori intervensi keperawatan ini masih sangat terbatas diteliti. Dan suatu penelitian replikasi perlu dilakukan untuk melihat efektifitas dari interval perubahan posisi baring yang secara tradisional dilakukan setiap dua jam.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, presentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan. Penyelidikan menunjukkan bahwa kira-kira 28% penderita di rumah sakit mungkin terkena. Penderita dengan trauma medula pinalis, insidensnya 25 - 85% dengan angka kematian antara 7-8%. Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan
Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B.Tujuan
1.Tujuan umum :
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengatahui asuhan keperawatn pada klien dengan Dekubitus.
2.Tujuan khusus:
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui konsep dasar dan tindakan asuhan keperawatan Dekubitus mulai dari pengakajian sampai evaluasi.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a).
Margolis (1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim, 2009).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi. Pertama jaringan kulit memerah. Jika sel mati (nekrosis) akibat kurang nutrisi kulit rusak dan pembentukan ulkus. Akibatnya luka baring menjadi lebih besar dan dalam.
Dekubitus merupakan luka yang terjadi karena tekanan atau iritasi kronis, biasanya pada kulit punggung pasien yang selalu berbaring di tempat tidur atau yang sulit bangkit dari ranjang perawatan dalam waktu yang lama.

B.Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. 
1.Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.
2.Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
1.Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. 
2.Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. 
3.Kelembaban 
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4.Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
5.Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati
6.Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi
7.Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis[18]. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
8.Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan. 
9.Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.
10.Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
11.Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras[19]. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.

C.Patofisiologi
Immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya (Heri Sutanto, 2008).
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit.

D.Pathway (lampiran)

E.Manifestasi klinis dekubitus
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipl esklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
1.Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2.Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3.Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4.Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).
Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up)[3].
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan[3]. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau hanya minimal[15]]. Gambar 4 menunjukan adanya daerah hypoechoic (lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi.

F.Pemeriksaan Diagnostik
1.Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
2.Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

G.Penatalaksanan Medis
1.Perawatan luka decubitus 
2.Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati.
3.Terapi obat : 
a. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri 
b. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi 
4.Terapi diet 
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

H.Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi atas :
1.Umum : 
a.Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya. 
b.Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita. 
2.Khusus : 
a.Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain. 
b.Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien. 

I.Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
1.Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus. 
2.Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya. 
3.Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain : 
a.Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain). 
b.Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik). 
c.Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi) 
4.Menurunkan dan mengatasi infeksi. 
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal. 
5.Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : 
a.Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b.Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular. 
c.Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi. 
d.Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus. 
6.Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap

J.Komplikasi
1.Infeksi
2.keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3.Septikemia
4.Anemia
5.Hiperbilirubin
6.Kematian








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I.Pengkajian
1.Anamnesis :
a.Data Demografi
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dss. Baik klien maupun penanggung jawab.
b.Keluhan Utama:
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ). 
c.Riwayat Penyakit Sekarang:
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998
Apakah pasien mengalami immobilisasi yang lama.
Apakah pasien mengalami gejala anoreksia.
Sejak kapan keluhan mulai dirasakan.
Bagaimana pola aktivitas sebelumnya
d.Riwayat penggunaan obat
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu: 
a. Kapan pengobatan dimulai. 
b. Dosis dan frekuensi. 
c. Waktu berakhirnya minum obat 
Obat – obatan jenis apa saja yang sedaang dikonsumsi baik untuk menyembuhan keluhan utama ataupun keluhan lain

e. Riwayat penyakit keluarga:
1)Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ). 
2)Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM 

f. Riwayat Diet 
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama. 

g. Status Sosial Ekonomi 
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit. 
Riwayat Kesehatan, seperti: 
1)Bed-rest yang lama 
2)Immobilisasi 
3)Inkontinensia 
4)Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat 
h. Pengkajian Psikososial 
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu: 
a. Perasaan depresi 
b. Frustasi 
c. Ansietas/kecemasan 
d. Keputusasaan 
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri 
i.Aktivitas Sehari- Hari 
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi. 
5.Pemeriksaan Fisik
a.Keadaan Umum 
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya
kerusakan integritas kulit yang dialami. 
b.Tanda-Tanda Vital 
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat. 
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher 
1) Kepala Dan Rambut 
Pemeriksaanmeliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit. 
2) Mata 
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan. 
3) Hidung 
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret. 
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering. 

5) Telinga 
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga. 
6) Leher 
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe. 
d.Pemeriksaan Dada Dan Thorax 
e.Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax. 
f.Abdomen 
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang. 
g.Urogenital 
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil. 
h.Muskuloskeletal 
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. 
i.Pemeriksaan Neurologi 
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk. 

6.Pengkajian Fisik Kulit 
a.Insfeksi Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu : 
1)Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen. 
Lesi yang dibagi dua yaitu : 
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit 
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2)Edema 
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3)Kelembaban 
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua. 


4)Integritas 
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi. 
5)Kebersihan kulit 
6)Vaskularisasi 
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7)Palpasi kulit 
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit. 
13. Pemeriksaan Penunjang 
a. Pemeriksaan laboratorium 
1) Darah lengkap 
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres. 
2) Biopsi luka 
Untuk mengetahui jumlah bakteri. 
3) Kultur swab 
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus. 
4) Pembuatan foto klinis 
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

A.Diagnosa Keperawatn
1.Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan. 
2.. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
3.. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. 
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral. 
5. Kerusakan mobilitas fisik yang bergubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental. 
6.Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama. 










B.Intervensi
Dx 1 Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan. 
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi: 
1)mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus. 
2)Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan. 
3)Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan luka. 
4)Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus. 
Intervensi Keperawatan Rasional
1.Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2.Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
3.Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
4.Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5.Bersihkan jaringan nekrotik.
6.Kolaborasi:
a.Irigasi luka.
b.Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c.Ambil kultur luka:
Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka
Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
Mencegah auto kontaminas
a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan
b. Mencegah atau mengontrol infeksi.
c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.
Dx 2. Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi: 
1.Rasa nyeri berkurang 
2.Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri 
Intervensi Keperawatan Rasional
1.Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit. 
2.Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan. 
3.Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri. 
4.Menurunkan kekakuan sendi 
5.Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi. 
6.Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. 
7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol. 
8.Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri. 
9.Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada 
1. Tutup luka sesegera mungkin. 
2. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik. 
3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya. 
4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi. 
5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas. 
6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering. 
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress. 
8. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan. 
9. Kolaborasi:
Berikan analgesik sesuai indikasi. 
Dx 3. Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap Feses/Drainase Urine.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi: 
1) Infeksi tidak terjadi. 
2) Tanda- tanda vital dalam batas normal. 
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa) 
2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi) 
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 
4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik. 
5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin C. 
6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian) 
7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED 
1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak) 
2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh 
3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka 
4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri. 
5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan. 
6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman. 
7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi. Luka mengalami granulasi. 
Dx 4. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Yang Berhubungan
Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi: 
1) Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan) 
2) Tidak mual dan muntah 
3) Tubuh terasa segar 
4) Mempertahankan berat badan yang sesuai 
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh 
2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering 
3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan menu 
4. Lakukan oral hygiene sebelum makan 
5. Timbang berat badan tiap hari 
6. Auskultasi bising usus 
7. Kolaborasi dengan: 
a. Tim gizi 
b. Pemberian antiemetik 
c. Tim medis untuk pemberian infus albumin behring 
1. Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit 
2. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik 
3. Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan meningkatkan nafsu makan klien 
4. Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien 
5. Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan 
6. Immobilitas dapat menurunkan bising usus 
7a. Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi 
b. Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat 
c. Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka 
Dx.5 Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan, Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi: 
1) Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga 
2) Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan 
3) Keadaan luka membai 
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
2. Atur posisi klien tiap 2 jam
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
4. Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif 
5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya 
6. Buat jadwal latihan secara teratur 
7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan 
8. Kolaborasi dengan fisioterapi 
1. Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus 
2. Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan 
3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem 
4. Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi 
5. Meningkatkan kemandirian dan harga diri 
6.Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas 
7.Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal 
8. Membantu melatih pergerakan 
Dx.6 Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :
1) Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan 
2) Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya ulkus,oedem, dan warna ekstremitas yang baik 
3) Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang 
4) Klien mengurang penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri 
5) Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan 
Intervensi Keperawatan Rasional 
1. Instruksikan program latihan atau ROM aktif/ pasif pada ekstremitas setiap 2 jam sebagaimana yang diperlukan 
2. Jaga ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah dari pada jantung 
3. Awasi tanda- tanda vital, perhatikan kekuatan dan kesamaan nadi perifer 
4. Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang immobilisasi 
5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena sesuai indikasi
6. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht 
1. Latihan dapat meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan pembentukan darah kolateral 
2. Gaya gravitasi meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri 
3. Indikator umum status sirkulasi keadekuatan perfusi 
4. Perubahan warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi yang bisa mengakibatkan nekrosis jaringan 
5. Mempertahan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan 
6. Indikator hipovolemia/ dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan 

C.Evaluasi
Hasil Evaluasi dari Askep yang diberikan pada pasien dekubitus diharapkan antara lain dapat berupa:
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah














.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan.
Dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan (kelembaban dan gesekan)
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan).
Luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down) juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit.Pemeriksaan diagnostic diarahkan terhadap kultur dan albumin serum Penatalaksanan medis meliputi, perawatan luka dekubitus, terapi fisik, terapi obat, terpai diet.
Pengkajian kulit dan jaringan yang dilakukan secara teliti dan identifikasi factor resiko perlu dikakukan untuk menurunkan peluang terjadinya dekubitus.
Diagnosa keperawatan dikembangkan berdasarkan data pengkajian dan juga meliputi penyebab masalah yang dialami klien Intervensi dan implementasi dilakukan sesuai dengan pengakajian dan diagnose yang tepat.
Evaluasi dalam askep dekubitus antara lain keefektifan tindakan, peran anggota keluarga untuk membantu mobilisasi pasien, kepatuhan pengobatan dan mengefaluasi masalah baru yang kemungkinan muncul.
B.Saran
Dalam melakukan tindakan keperawatan, perawat harus dapat menjaga pasisi pasien yang tepat agar dapat menurunkan efek tekanan dan melindungi kulit dari gaya gesekan Pencegahan terhadap terjadinya dekubitus harus lebih diperhatikan dan diutamakan dalam melakukan tindakan keperawatan karena pengobatannya membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar
Perkiraan terhadap dekubitus dapat difokuskan pada klien beresiko terbesar mengalami gangguan integritas kulit

posting awl

akhirnya blogg saya udah jd